Selasa, 17 November 2009

APEC Ekonomi

Presiden: APEC Bukan Forum Perundingan Perubahan Iklim



SINGAPURA, KOMPAS.com - Presiden menegaskan, para pemimpin ekonomi Forum Kerjasama Ekonomi Asia PAsifik (APEC) tidak membahas mengenai target pencapaian penurunan emisi di pertemuan puncak ke-17 APEC karena APEC bukan forum perundingan perubahan iklim.

Hal itu dikemukakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Hotel Marina Mandarina, Singapura, Senin (16/11), sebelum bertolak menuju tanah air sekitar pukul 11.15 waktu setempat setelah menyelesaikan rangkaian pertemuan puncak ke-17 APEC.

"Sebenarnya tidak ada rencana dari para pemimpin ekonomi (untuk membahas target penurunan emisi -red) karena APEC adalah forum pemimpin ekonomi, ada China Taipei dan China Hongkong," katanya.

Presiden mengaku tidak pernah mendengar bahwa ada rencana dalam komunike (deklarasi) terdapat target angka penurunan emisi. "Waktu G-20 pun kita tidak ada kesepakatan untuk mencantumkan angka, tidak juga pada pertemuan puncak ASEAN, tidak pada EAS, dan juga pada APEC karena yang namanya angka itu forumnya pada UNFCCC (Konvensi perubahan iklim PBB -red)," katanya.

Menurut Presiden Yudhoyono, bahkan China sudah sepakat jika dalam pertemuan Kopenhagen mendatang sudah dapat ditetapkan target angka dan waktu penurunan emisi yang jelas.

"Forum APEC ini bukan forum negosiasi, meskipun kita bicara perubahan iklim di APEC, G 20, atau ASEAN tapi ini bukan forum perundingan, bukan forum yang mengeluarkan komunike dengan target berapa banyak penurunan emisi," katanya.

Oleh karena itu, kata Presiden tidak bisa dikatakan Deklarasi APEC tentang perubahan iklim gagal karena APEC bukan forum negosiasi perubahan iklim.

Deklrasi

Pada Minggu siang (15/11) 21 pemimpin ekonomi APEC menyepakati suatu Deklarasi "Sustaining Growth, Connecting the Region" (Memelihara Pertumbuhan, Menghubungkan Kawasan) yang didalamnya memuat komitmen negara-negara anggota APEC untuk mensukseskan pertemuan Kopenhagen namun tidak mencantumkan suatu target penurunan emisi.

Sementara itu Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong ketika ditanya mengenai masalah tersebut mengatakan bahwa ia tidak memiliki tahap demi tahap rancangan Deklarasi tersebut. "Tapi kami (optimistis) menuju Kopenhagen," katanya.

APEC merupakan forum yang terbentuk dan perkembangannya dipengaruhi antara lain oleh kondisi politik dan ekonomi dunia saat itu yang berubah secara cepat di Uni Soviet dan Eropa Timur.

Selain itu dipengaruhi kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay yang akan menimbulkan proteksionisme dengan munculnya kelompok regional serta timbulnya kecenderungan saling ketergantungan di antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Forum yang dibentuk 1989 di Canbera-Australia itu telah melaksanakan langkah besar dalam menggalang kerja sama ekonomi sehingga menjadi suatu forum konsultasi dan dialog.

Sebagai lembaga informal yang kerja sama ekonominya berpedoman melalui pendekatan keterbukaan bersama berdasarkan sukarela, melakukan inisiatif secara kolektif dan untuk mendukung keberhasilannya dilakukan konsultasi yang intensif terus menerus di antara 21 ekonomi anggota.

Indonesia mendukung peran penting APEC dalam meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan dan berperan aktif dalam pengembangan arah kerjasama APEC ke depan.

Partisipasi Indonesia di APEC dilandaskan pada pentingnya mengantisipasi dan mengambil keuntungan serta mengamankan kepentingan nasional RI dari era perdagangan dan investasi yang semakin bebas di Asia Pasifik.

Manfaat lain dari forum APEC bagi Indonesia adalah sebagai tempat melibatkan komunitas bisnis Indonesia dalam proses pengembangan kebijakan, sarana pengembangan kapasitas melalui pemanfaatan proyek-proyek APEC.

Selain itu APEC dijadikan Indonesia sebagai forum bertukar pengalaman, serta forum yang memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan-kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar